Riba merupakan konsep yang telah lama ada dalam sejarah ekonomi yang mendapat penolakan keras dalam ajaran Islam. Menurut Islam, riba bukan hanya praktik ekonomi yang dilarang, tetapi juga merupakan sistem yang dapat merusak kesejahteraan sosial dan melanggar prinsip keadilan. Tulisan ini menerangkan konsep riba menurut Islam, menganalisis dampaknya di era modern, dan kemudian menawarkan pandangan alternatif agar sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Riba secara harfiah bermakna “tambahan”. Dalam konteks transaksi ekonomi, riba merujuk pada pengambilan keuntungan tambahan dari harta pokok dalam pinjaman atau jual-beli tanpa adanya imbalan atau jasa yang setara. Terdapat dua jenis riba yang umum dibahas:
Riba Qardh adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi pinjam-meminjam. Contohnya adalah bunga bank yang dibebankan kepada peminjam.
Riba Fadhl terjadi dalam jual-beli barang ribawi dengan jenis dan takaran yang sama, namun dengan waktu penyerahan yang berbeda. Sebagai contoh, menjual 1 kg beras dengan 2 kg beras dengan penyerahan yang ditangguhkan.
Dasar Bagi Pelarangan Riba
Pengharaman riba dalam Islam didasarkan pada ayat-ayat al-Quran dan hadis yang sangat kuat. Al-Quran dengan tegas mengutuk praktik riba dan menegaskan kepada umat Islam untuk menjauhinya. Beberapa ayat yang secara jelas melarang riba antara lain:
Surah Al-Baqarah ayat 275 menyatakan bahwa Allah menghalalkan jual beli namun mengharamkan riba. Surah Ali Imran ayat 130 memperingatkan orang-orang yang beriman agar tidak memakan riba dengan berlipat ganda. Serta surah an-Nisa ayat 161 juga menegaskan bahwa karena mereka menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang darinya.
Ayat-ayat ini merupakan dasar utama bagi pelarangan riba dalam Islam, yang menekankan pentingnya menjaga keadilan dan menghindari praktik eksploitasi dalam transaksi ekonomi.
Islam melarang riba bukan tanpa alasan, namun terdapat hikmah mendalam di balik pelarangan praktik ini. Salah satunya adalah untuk menghindari kezaliman dalam transaksi ekonomi, di mana, riba menciptakan ketidakadilan dengan memberikan keuntungan yang tidak proporsional atas penderitaan pihak lain.
Selain itu, larangan riba juga bertujuan untuk mendorong ekonomi produktif. Praktik riba cenderung mendorong aktivitas ekonomi yang tidak sehat seperti spekulasi dan penimbunan harta. Sebaliknya, Islam menganjurkan untuk melakukan praktik pada sektor riil yang dapat memberikan manfaat nyata bagi masyarakat.
Selanjutnya, larangan riba juga berperan dalam memperkuat solidaritas sosial. Praktik riba dapat memperlebar jurang kesenjangan sosial antara orang kaya dan miskin. Islam mengajarkan nilai-nilai tolong-menolong dan saling membantu untuk menciptakan masyarakat yang lebih adil dan sejahtera secara menyeluruh.
Di era modern, praktik riba dapat merasuki berbagai instrumen keuangan, seperti bunga bank, obligasi, dan produk derivatif. Hal ini menjadi tantangan bagi ekonomi syariah dalam merealisasikan prinsip-prinsipnya. Seiring perkembangan industri keuangan syariah yang pesat banyak alternatif yang ditawarkan bagi mereka yang ingin menghindari riba.
Beberapa Alternatif Pengganti Riba
Islam menawarkan alternatif pengganti riba yang sesuai dengan prinsip syariah dan berdampak terhadap manfaat ekonomi yang lebih besar. Beberapa di antaranya termasuk Mudharabah, di mana pemilik modal dan pengelola usaha berkolaborasi dengan keuntungan dibagi sesuai kesepakatan yang adil; Musyarakah, yang melibatkan kerja sama dalam permodalan dan pengelolaannya antara dua pihak atau lebih dengan keuntungan dan kerugian berdasarkan proporsi yang disepakati; serta Murabahah, yang melibatkan penjualan barang dengan harga pokok ditambah keuntungan yang telah disepakati.
Konsep riba dalam Islam adalah larangan tegas yang memiliki hikmah mendalam. Di era modern, umat Islam dihadapkan pada tantangan untuk menghindari riba dalam berbagai instrumen keuangan. Dengan adanya alternatif-alternatif pengganti riba yang sesuai syariah, umat Islam dapat menjalankan prinsip ekonomi yang tidak hanya memberi berkah, tetapi juga memberikan manfaat nyata bagi masyarakat luas.
Ditulis oleh Syifa Rahmah (Mahasiswa HES UIN Jakarta)
Tulisan yang sangat bagus sebagai pendidikan hukum tiba dalam menjalankan syariat Islam